Ditulis
oleh Neutrino
Juli 30, 2010
Majelis Ulama Indonesia baru-baru ini
mengeluarkan fatwa penting mengenai haramnya merokok. Fatwa ini menimbulkan kontroversi banyak pihak, satu sisi mendukung tentang haramnya rokok dari sisi
medis, sedangkan yang di seberang menolak karena memandangnya bahwa fatwa
tersebut belum urgent dan bisa mengancam industri rokok yag ada di
daerah dan tentu berpotensi menambah pengangguran terbuka yang ada di
Indonesia.
Lain hal, LBM NU Jateng dan PCNU Jepara pada
1 September 2007. Mubahatsah atau pembahasan yang diikuti sekitar 100 kiai dari
wilayah Jateng memutuskan bahwa PLTN Muria hukumnya haram, mengingat dampak
negatifnya lebih besar daripada dampak positifnya.
Lalu apa hubungan antara rokok dengan PLTN
diatas? Keduanya difatwakan haram oleh ulama, meskipun masih mengundang
kontroversi. Terlepas dari fatwa para ulama tersebut, sekarang kita akan
membandingkan tingkat bahaya antara rokok dengan PLTN dilihat dari
radioaktifitasnya.
Jika kita merujuk data dari US Departmen of Health, Division of Radiation Protection yang dikeluarkan tahun 2002, sinar kosmis menghasilkan dosis 26 mrem/tahun. Radioisotop di permukaan bumi mengandung 29 mrem/tahun. Gas Radon di Atmosfer mengambil kontribusi sebesar 200mrem/tahun. Dalam tubuh manusia pun memancarkan radiasi (dari Karbon - 14 dan Kalium - 40 ) sebesar 40 mrem/tahun. Sinar X untuk diagnosa kesehatan memberikan andil 39 mrem/tahun. Sedangkan aktivitas kedokteran nuklir lainnya memberikan 14mrem/tahun. Instrumen elektronik seperti TV, komputer memberikan 11 mrem/tahun. Dan sisa ledakan nuklir (fall out), reaktor nuklir, pesawat terbang memberikan 1 mrem/tahun. Sehingga total dosis yang diterima tiap manusia di AS secara rata-rata adalah 361 person mrem/tahun atau 0,3 person rem/tahun (1 rem = 1.000 mrem). Hal ini dipenuhi dengan syarat yang bersangkutan tidak merokok.
Jika kita merujuk data dari US Departmen of Health, Division of Radiation Protection yang dikeluarkan tahun 2002, sinar kosmis menghasilkan dosis 26 mrem/tahun. Radioisotop di permukaan bumi mengandung 29 mrem/tahun. Gas Radon di Atmosfer mengambil kontribusi sebesar 200mrem/tahun. Dalam tubuh manusia pun memancarkan radiasi (dari Karbon - 14 dan Kalium - 40 ) sebesar 40 mrem/tahun. Sinar X untuk diagnosa kesehatan memberikan andil 39 mrem/tahun. Sedangkan aktivitas kedokteran nuklir lainnya memberikan 14mrem/tahun. Instrumen elektronik seperti TV, komputer memberikan 11 mrem/tahun. Dan sisa ledakan nuklir (fall out), reaktor nuklir, pesawat terbang memberikan 1 mrem/tahun. Sehingga total dosis yang diterima tiap manusia di AS secara rata-rata adalah 361 person mrem/tahun atau 0,3 person rem/tahun (1 rem = 1.000 mrem). Hal ini dipenuhi dengan syarat yang bersangkutan tidak merokok.
Sebagai catatan, PLTN dengan daya 1.000 MWatt
menghasilkan dosis radiasi mencapai 4,8 person rem/tahun. Namun pemerintah AS
membatasi agar pekerja PLTN dan sektor nuklir lainnya hanya menerima dosis
maksimum sebesar 100 person mrem/tahun saja. Sementara dalam PLTU dengan daya
1.000 MWatt dengan tingkat radiasi 100 kali lebih besar (yakni 490 person
rem/tahun), belum ditemui ada kebijakan yang sama.
Sedangkan untuk rokok ternyata diketahui
mengandung Radioisotop Polonium-210. Ini akan menambahkan dosis ekivalen
sebesar 29,1 person rem/tahun untuk manusia perokok. Dan akan didapatkan dalam
jaringan epitel paru-parunya dosis sebesar 6,6 - 40 person rem/tahun. Sementara
pada bronchiolus-nya sebesar 1,5 person rem/tahun.
Rokok ternyata tidak hanya mengandung
polonium (210Po) namun juga timbal (210Pb), yang keduanya termasuk dalam
kelompok radionuklida dengan toksik sangat tinggi. Po-210 adalah pemancar
radiasi- α, sedangkan Pb-210 adalah pemancar radiasi-ß. Kedua jenis radiasi
tersebut, terutama radiasi- α berpotensi untuk menimbulkan kerusakan sel tubuh
apabila terhisap atau tertelan. Kejadian kanker paru pada perokok pun
belakangan ditengarai lebih disebabkan oleh radiasi-α & bukan diakibatkan
karena tar dalam tembakau.
Lalu, bagaimana bisa 210Po & 210Pb bisa
sampai di rokok? Ternyata tanah, sebagai tempat tumbuh tanaman tembakau- bahan
utama rokok, mengandung radium (226Ra). Radium ini adalah atom induk yang
nantinya dapat meluruh dan dua di antara sekian banyak unsur luruhannya adalah
210Po & 210Pb. Melalui akar, 210Po & 210Pb pun terserap oleh tanaman
tembakau. Hal ini bisa diperparah dengan penggunaan pupuk fosfat yang
mengandung kedua unsur tersebut. Tentu saja ini menambah konsentrasi 210Po
& 210Pb dalam tembakau.
lain dan yang utama, adalah lewat daun.
Po-210 & Pb-210 terendapkan pada permukaan daun tembakau sebagai hasil
luruh dari gas radon (222Rn) yang berasal dari kerak bumi & lolos ke
atmosfer. Daun tembakau memiliki kemampuan tinggi untuk menahan & kemudian
mengakumulasi 210Po & 210Pb karena adanya bulu-bulu tipis ~yang disebut
trichomes~ di ujung-ujungnya.
Meski aktivitasnya cukup rendah (3 - 5 mili
Becquerel/batang) - dibandingkan dengan ambang batas dosis mematikan
Polonium-210 untuk manusia berbobot 80 kg yakni sebesar 148 juta Becquerel (4
mili Curie). Namun aktivitas merokok membuat Polonium-210 terhirup dan
terdepositkan ke dalam paru-paru tanpa bisa diekskresikan secara langsung oleh
tubuh mengingat sifatnya sebagai logam berat dan memiliki sifat kimiawi mirip
Oksigen sehingga tidak bisa diikat oleh CO2 maupun ion HCO3- (kecuali ada
perlakuan khusus dengan meminum pil EDTA misalnya, itupun diragukan apa bisa
melakukan Polonium removal di paru-paru).
Jika diasumsikan perokok yang bersangkutan
mengkonsumsi rata-rata 2 bungkus rokok/hari selama lima tahun tanpa terputus,
akumulasi Polonium-210 nya sudah cukup mampu menghasilkan perubahan abnormal
pada alvoeli. Dan jika konsumsi terus berlanjut tanpa terputus, maka dalam masa
10 - 15 tahun sejak awal menjadi perokok, perokok yang bersangkutan sudah
sangat berpotensi menderita kanker paru-paru, seperti nampak pada penelitian di
Brazil (berdasarkan tembakau setempat). Jika konsumsi dikurangi menjadi 1
bungkus rokok/hari tanpa terputus, maka baru dalam 25 - 30 tahun kemudian
potensi menderita kanker paru-paru mulai muncul.
Jadi jika pekerja sektor nuklir mendapatkan
radiasi 100 person mrem/tahun. Mereka yang bekerja di PLTU dan mereka yang
merokok menerima paparan radiasi berkali-kali lipat lebih besar. Jadi wajar
saja jika banyak mereka yang mati karena radiasi akibat rokok atau PLTU
dibanding para pekerja dalam sektor nuklir.
Dan jika kita ingin lebih ekstrim lagi,
sebenarnya para warga Semenanjung Muria (Kudus -Pati - Jepara), dimana disana banyak
terdapat industri rokok dan juga beberapa PLTU, sebenarnya sudah menkonsumsi
radiasi jauh-jauh hari bahkan sebelum PLTN dibangun.
Dari
Berbagai Sumber
Tedy
Tri Saputro Mahasiswa
Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir – BATAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar